9 April 2011

Hak Asasi Manusia

HAM

Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki manusia sejak manusia itu dilahirkan. Hak asasi dapat dirumuskan sebagai hak yang melekat dengan kodrat kita sebagai manusia yang bila tidak ada hak tersebut, mustahil kita dapat hidup sebagai manusia.
Hak ini dimiliki oleh manusia semata – mata karena ia manusia, bukan karena pemberian masyarakat atau pemberian negara. Maka hak asasi manusia itu tidak tergantung dari pengakuan manusia lain, masyarakat lain, atau Negara lain. Hak asasi diperoleh manusia dari Penciptanya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan hak yang tidak dapat diabaikan.

Sebagai manusia, ia makhluk Tuhan yang mempunyai martabat yang tinggi. Hak asasi manusia ada dan melekat pada setiap manusia. Oleh karena itu, bersifat universal, artinya berlaku di mana saja dan untuk siapa saja dan tidak dapat diambil oleh siapapun. Hak ini dibutuhkan manusia selain untuk melindungi diri dan martabat kemanusiaanya juga digunakan sebagai landasan moral dalam bergaul atau berhubungan dengan sesama manusia.

Menurut Myres Mc Dougal, yang mengembangkan suatu pendekatan tehadap hak asasi manusia yang sarat nilai dan berorientasi pada kebijakan, berdasarkan pada nilai luhur perlindungan terhdap martabat manusia. Tuntutan pemenuhan hak asasi manusia berasal dari pertukaran nilai-nilai intenasional yang luas dasarnya. Nilai-nilai ini dimanifestasikan oleh tuntunan-tuntunan yang berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan social, seperti rasa hormat, kekuasaan pencerahan, kesejahteraan, kesehatan, keterampilan, kasih sayang dan kejujuran. Semua nilai ini bersama-sama mendukung dan disahkan oleh, nilai luhur martabat manusia.

Menurut piagam PBB pasal 68 pada tahun 1946 telah terbentuk Komisi Hak-hak Manusia ( Commission on Human Rights ) beranggota 18 orang. Komisi inilah yang pada akhirnya menghasilkan sebuah Deklarasi Universal tentang Hak-hak Asasi Manusia
( Universal Declaration of Human Rights ) yang dinyatakan diterima baik oleh sidang Umum PBB di Paris pada tanggal 10 Desember 1948.
Sedangkan di Indonesia Hak – hak Asasi Manusia, tercantum dalam UUD 45 yang tertuang dalam pembukaan, pasal-pasal dan penjelasan, Kemerdekaan adalah hak segala bangsa. Sebagai konsekuensinya penjajahan harus dihapuskan dari muka bumi karena tidak sesuai dengan perikemanusian dan peri keadilan.

Pada setiap hak melekat kewajiban. Karena itu,selain ada hak asasi manusia, ada juga kewajiban asasi manusia, yaitu kewajiban yang harus dilaksanakan demi terlaksana atau tegaknya hak asasi manusia (HAM). Dalam menggunakan Hak Asasi Manusia, kita wajib untuk memperhatikan, menghormati, dan menghargai hak asasi yang juga dimiliki oleh orang lain.


Dengan demikian, konsep hak asasi tidak lain adalah komitmen bangas-bangsa di dunia tentang pentingnya penghormatan terhadap sesamanya. Doktrin hak-hak asasi manusia dan hak menentukan nasib sendiri telah membawa pengaruh yang sangat besar terhadap hokum dan masyarkat internasional. Pengaruh tersebut secara khusu tampak dalam bidang :
1. Prinsip resiprositas versus tuntutan-tuntutan masyarkat,
2. Rakyat dan individu sebagai wrga masyarakat internasional
3. Hak-hak asasi manusia dan hak asasi orang asing.
4. Tehnik menciptakan standar hokum internasional.
5. Pengawasan internasional,
6. Pertanggungjwaban internasional, dan
7. Hukum perang.

Dalam perkembangannya hak hak asasi manuia diperlambat oleh sejumlah kekuatan yang menentangnya. Diantara kekuatan-kekuatan tersebut rezim pemerintahan yang otoriter dan struktur pemerintahan yang sewenang-wenang dan serba mencakup merupakan kekuatan penentang yang paling besar pengaruhnya terhadap laju perkembangan perlindungan hak-hak asasi manusia. Terdapat tiga masalah yang menghambat perkembangan hak-hak asasi manusia, yaitu :
1. Negara menjadi penjamin penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia.
2. Kedua merupakan bagian dari tatanan Negara modern yang sentrlistik dan birokratis.
3. Merujuk pada sejarah khas bangsa-bangsa barat, sosialis dan Negara-negar dunia ketiga.

Sumber: Hak ASASI MANUSIA ( HAM ) http://id.shvoong.com/books/guidance-self-improvement/1870538-hak-asasi-manusia-ham/#ixzz1IwsXttUN


Pembagian Bidang, Jenis dan Macam Hak Asasi Manusia Dunia :

1. Hak asasi pribadi / personal Right
- Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pndah tempat
- Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat
- Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan
- Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing

2. Hak asasi politik / Political Right
- Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan
- hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan
- Hak membuat dan mendirikan parpol / partai politik dan organisasi politik lainnya
- Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi

3. Hak azasi hukum / Legal Equality Right
- Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan
- Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil / pns
- Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum


4. Hak azasi Ekonomi / Property Rigths
- Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli
- Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak
- Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-piutang, dll
- Hak kebebasan untuk memiliki susuatu
- Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak

5. Hak Asasi Peradilan / Procedural Rights
- Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan
- Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan dan penyelidikan di mata hukum.

6. Hak asasi sosial budaya / Social Culture Right
- Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan
- Hak mendapatkan pengajaran
- Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat

http://organisasi.org/pengertian_macam_dan_jenis_hak_asasi_manusia_ham_yang_berlaku_umum_global_pelajaran_ilmu_ppkn_pmp_indonesia


Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia

Bom Bali I
Bom Bali terjadi pada malam hari tanggal 12 Oktober 2002 di kota kecamatan Kuta di pulau Bali, Indonesia, mengorbankan 202 orang dan mencederakan 209 yang lain, kebanyakan merupakan wisatawan asing. Peristiwa ini sering dianggap sebagai peristiwa terorisme terparah dalam sejarah Indonesia.

Beberapa orang Indonesia telah dijatuhi hukuman mati karena peranan mereka dalam pengeboman tersebut. Abu Bakar Baashir, yang diduga sebagai salah satu yang terlibat dalam memimpin pengeboman ini, dinyatakan tidak bersalah pada Maret 2005 atas konspirasi serangan bom ini, dan hanya divonis atas pelanggaran keimigrasian.

Bom Bali II

Pengeboman Bali 2005 adalah sebuah seri pengeboman yang terjadi di Bali pada 1 Oktober 2005. Terjadi tiga pengeboman, satu di Kuta dan dua di Jimbaran dengan sedikitnya 23 orang tewas dan 196 lainnya luka-luka.

Pada acara konferensi pers, presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengemukakan telah mendapat peringatan mulai bulan Juli 2005 akan adanya serangan terorisme di Indonesia. Namun aparat mungkin menjadi lalai karena pengawasan adanya kenaikan harga BBM, sehingga menjadi peka.


Tragedi Semanggi

Tragedi Semanggi menunjuk kepada dua kejadian protes masyarakat terhadap pelaksanaan dan agenda Sidang Istimewa yang mengakibatkan tewasnya warga sipil. Kejadian pertama dikenal dengan Tragedi Semanggi I terjadi pada 11-13 November 1998, masa pemerintah transisi Indonesia, yang menyebabkan tewasnya 17 warga sipil. Kejadian kedua dikenal dengan Tragedi Semanggi II terjadi pada 24 September 1999 yang menyebabkan tewasnya seorang mahasiswa dan sebelas orang lainnya di seluruh jakarta serta menyebabkan 217 korban luka - luka.

Jumlah masyarakat dan mahasiswa yang bergabung diperkirakan puluhan ribu orang dan sekitar jam 3 sore kendaraan lapis baja bergerak untuk membubarkan massa membuat masyarakat melarikan diri, sementara mahasiswa mencoba bertahan namun saat itu juga terjadilah penembakan membabibuta oleh aparat ketika ribuan mahasiswa sedang duduk di jalan. Saat itu juga beberapa mahasiswa tertembak dan meninggal seketika di jalan. Salah satunya adalah Teddy Wardhani Kusuma, mahasiswa Institut Teknologi Indonesia yang merupakan korban meninggal pertama di hari itu.

Mahasiswa terpaksa lari ke kampus Universitas Atma Jaya untuk berlindung dan merawat kawan-kawan seklaligus masyarakat yang terluka. Korban kedua penembakan oleh aparat adalah Wawan, yang nama lengkapnya adalah Bernardus Realino Norma Irmawan, mahasiswa Fakultas Ekonomi Atma Jaya, Jakarta, tertembak di dadanya dari arah depan saat ingin menolong rekannya yang terluka di pelataran parkir kampus Universitas Atma Jaya, Jakarta[2]. Mulai dari jam 3 sore itu sampai pagi hari sekitar jam 2 pagi terus terjadi penembakan terhadap mahasiswa di kawasan Semanggi dan penembakan ke dalam kampus Atma Jaya.

Semakin banyak korban berjatuhan baik yang meninggal tertembak maupun terluka. Gelombang mahasiswa dan masyarakat yang ingin bergabung terus berdatangan dan disambut dengan peluru dan gas airmata. Sangat dahsyatnya peristiwa itu sehingga jumlah korban yang meninggal mencapai 17 orang. Korban lain yang meninggal dunia adalah: Sigit Prasetyo (YAI), Heru Sudibyo (Universitas Terbuka), Engkus Kusnadi (Universitas Jakarta), Muzammil Joko (Universitas Indonesia), Uga Usmana, Abdullah/Donit, Agus Setiana, Budiono, Doni Effendi, Rinanto, Sidik, Kristian Nikijulong, Sidik, Hadi.

Jumlah korban yang didata oleh Tim Relawan untuk Kemanusiaan berjumlah 17 orang korban, yang terdiri dari 6 orang mahasiswa dari berbagai Perguruan Tinggi di Jakarta, 2 orang pelajar SMA, 2 orang anggota aparat keamanan dari POLRI, seorang anggota Satpam Hero Swalayan, 4 orang anggota Pam Swakarsa dan 3 orang warga masyarakat. Sementara 456 korban mengalami luka-luka, sebagian besar akibat tembakan senjata api dan pukulan benda keras, tajam/tumpul. Mereka ini terdiri dari mahasiswa, pelajar, wartawan, aparat keamanan dan anggota masyarakat lainnya dari berbagai latar belakang dan usia, termasuk Ayu Ratna Sari, seorang anak kecil berusia 6 tahun, terkena peluru nyasar di kepala.

Pada 24 September 1999, untuk yang kesekian kalinya tentara melakukan tindak kekerasan kepada aksi-aksi mahasiswa.


Kala itu adanya pendesakan oleh pemerintahan transisi untuk mengeluarkan Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (UU PKB) yang materinya menurut banyak kalangan sangat memberikan keleluasaan kepada militer untuk melakukan keadaan negara sesuai kepentingan militer. Oleh karena itulah mahasiswa bergerak dalam jumlah besar untuk bersama-sama menentang diberlakukannya UU PKB.

Mahasiswa dari Universitas Indonesia, Yun Hap meninggal dengan luka tembak di depan Universitas Atma Jaya.

Kasus Marsinah

Marsinah (10 April 1969?–Mei 1993) adalah seorang aktivis dan buruh pabrik PT. Catur Putra Surya (CPS) Porong, Sidoarjo, Jawa Timur yang diculik dan kemudian ditemukan terbunuh pada 8 Mei 1993 setelah menghilang selama tiga hari. Mayatnya ditemukan di hutan di Dusun Jegong Kecamatan Wilangan Nganjuk, dengan tanda-tanda bekas penyiksaan berat.

Dua orang yang terlibat dalam otopsi pertama dan kedua jenazah Marsinah, Haryono (pegawai kamar jenazah RSUD Nganjuk) dan Prof. Dr. Haroen Atmodirono (Kepala Bagian Forensik RSUD Dr. Soetomo Surabaya), menyimpulkan, Marsinah tewas akibat penganiayaan berat.

Marsinah memperoleh Penghargaan Yap Thiam Hien pada tahun yang sama.

Kasus ini menjadi catatan ILO (Organisasi Buruh Internasional), dikenal sebagai kasus 1713.

Awal tahun 1993, Gubernur KDH TK I Jawa Timur mengeluarkan surat edaran No. 50/Th. 1992 yang berisi himbauan kepada pengusaha agar menaikkan kesejahteraan karyawannya dengan memberikan kenaikan gaji sebesar 20% gaji pokok. Himbauan tersebut tentunya disambut dengan senang hati oleh karyawan, namun di sisi pengusaha berarti tambahannya beban pengeluaran perusahaan. Pada pertengahan April 1993, Karyawan PT. Catur Putera Surya (PT. CPS) Porong membahas Surat Edaran tersebut dengan resah. Akhirnya, karyawan PT. CPS memutuskan untuk unjuk rasa tanggal 3 dan 4 Mei 1993 menuntut kenaikan upah dari Rp 1700 menjadi Rp 2250.

Marsinah adalah salah seorang karyawati PT. Catur Putera Perkasa yang aktif dalam aksi unjuk rasa buruh. Keterlibatan Marsinah dalam aksi unjuk rasa tersebut antara lain terlibat dalam rapat yang membahas rencana unjuk rasa pada tanggal 2 Mei 1993 di Tanggul Angin Sidoarjo.

3 Mei 1993, para buruh mencegah teman-temannya bekerja. Komando Rayon Militer (Koramil) setempat turun tangan mencegah aksi buruh.

4 Mei 1993, para buruh mogok total mereka mengajukan 12 tuntutan, termasuk perusahaan harus menaikkan upah pokok dari Rp 1.700 per hari menjadi Rp 2.250. Tunjangan tetap Rp 550 per hari mereka perjuangkan dan bisa diterima, termasuk oleh buruh yang absen.

Sampai dengan tanggal 5 Mei 1993, Marsinah masih aktif bersama rekan-rekannya dalam kegiatan unjuk rasa dan perundingan-perundingan. Marsinah menjadi salah seorang dari 15 orang perwakilan karyawan yang melakukan perundingan dengan pihak perusahaan.

Siang hari tanggal 5 Mei, tanpa Marsinah, 13 buruh yang dianggap menghasut unjuk rasa digiring ke Komando Distrik Militer (Kodim) Sidoarjo. Di tempat itu mereka dipaksa mengundurkan diri dari CPS. Mereka dituduh telah menggelar rapat gelap dan mencegah karyawan masuk kerja. Marsinah bahkan sempat mendatangi Kodim Sidoarjo untuk menanyakan keberadaan rekan-rekannya yang sebelumnya dipanggil pihak Kodim. Setelah itu, sekitar pukul 10 malam, Marsinah lenyap.

Mulai tanggal 6,7,8, keberadaan Marsinah tidak diketahui oleh rekan-rekannya sampai akhirnya ditemukan telah menjadi mayat pada tanggal 8 Mei 1993.

Tanggal 30 September 1993 telah dibentuk Tim Terpadu Bakorstanasda Jatim untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus pembunuhan Marsinah. Sebagai penanggung jawab Tim Terpadu adalah Kapolda Jatim dengan Dan Satgas Kadit Reserse Polda Jatim dan beranggotakan penyidik/penyelidik Polda Jatim serta Den Intel Brawijaya.

Delapan petinggi PT CPS ditangkap secara diam-diam dan tanpa prosedur resmi, termasuk Mutiari selaku Kepala Personalia PT CPS dan satu-satunya perempuan yang ditangkap, mengalami siksaan fisik maupun mental selama diinterogasi di sebuah tempat yang kemudian diketahui sebagai Kodam V Brawijaya. Setiap orang yang diinterogasi dipaksa mengaku telah membuat skenario dan menggelar rapat untuk membunuh Marsinah. Pemilik PT CPS, Yudi Susanto, juga termasuk salah satu yang ditangkap.

Baru 18 hari kemudian, akhirnya diketahui mereka sudah mendekam di tahanan Polda Jatim dengan tuduhan terlibat pembunuhan Marsinah. Pengacara Yudi Susanto, Trimoelja D. Soerjadi, mengungkap adanya rekayasa oknum aparat kodim untuk mencari kambing hitam pembunuh Marsinah.

Secara resmi, Tim Terpadu telah menangkap dan memeriksa 10 orang yang diduga terlibat pembunuhan terhadap Marsinah. Salah seorang dari 10 orang yang diduga terlibat pembunuhan tersebut adalah Anggota TNI.



Hasil penyidikan polisi ketika menyebutkan, Suprapto (pekerja di bagian kontrol CPS) menjemput Marsinah dengan motornya di dekat rumah kos Marsinah. Dia dibawa ke pabrik, lalu dibawa lagi dengan Suzuki Carry putih ke rumah Yudi Susanto di Jalan Puspita, Surabaya. Setelah tiga hari Marsinah disekap, Suwono (satpam CPS) mengeksekusinya.

Di pengadilan, Yudi Susanto divonis 17 tahun penjara, sedangkan sejumlah stafnya yang lain itu dihukum berkisar empat hingga 12 tahun, namun mereka naik banding ke Pengadilan Tinggi dan Yudi Susanto dinyatakan bebas. Dalam proses selanjutnya pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung Republik Indonesia membebaskan para terdakwa dari segala dakwaan (bebas murni). Putusan Mahkamah Agung RI tersebut, setidaknya telah menimbulkan ketidakpuasan sejumlah pihak sehingga muncul tuduhan bahwa penyelidikan kasus ini adalah "direkayasa".

Kasus Munir ( Pejuang HAM )

Munir Said Thalib (lahir di Malang, Jawa Timur, 8 Desember 1965 – meninggal di Jakarta jurusan ke Amsterdam, 7 September 2004 pada umur 38 tahun) adalah pria keturunan Arab yang juga seorang aktivis HAM Indonesia. Jabatan terakhirnya adalah Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia Imparsial.

Saat menjabat Koordinator Kontras namanya melambung sebagai seorang pejuang bagi orang-orang hilang yang diculik pada masa itu. Ketika itu dia membela para aktivis yang menjadi korban penculikan Tim Mawar dari Kopassus. Setelah Soeharto jatuh, penculikan itu menjadi alasan pencopotan Danjen Kopassus Prabowo Subianto dan diadilinya para anggota tim Mawar.

Jenazah Munir dimakamkan di Taman Pemakaman Umum, Kota Batu.

Istri Munir, Suciwati, bersama aktivis HAM lainnya terus menuntut pemerintah agar mengungkap kasus pembunuhan ini.

Tiga jam setelah pesawat GA-974 take off dari Singapura, awak kabin melaporkan kepada pilot Pantun Matondang bahwa seorang penumpang bernama Munir yang duduk di kursi nomor 40 G menderita sakit. Munir bolak balik ke toilet. Pilot meminta awak kabin untuk terus memonitor kondisi Munir. Munir pun dipindahkan duduk di sebelah seorang penumpang yang kebetulan berprofesi dokter yang juga berusaha menolongnya. Penerbangan menuju Amsterdam menempuh waktu 12 jam. Namun dua jam sebelum mendarat 7 September 2004, pukul 08.10 waktu Amsterdam di bandara Schipol Amsterdam, saat diperiksa, Munir telah meninggal dunia.

Pada tanggal 12 November 2004 dikeluarkan kabar bahwa polisi Belanda (Institut Forensik Belanda) menemukan jejak-jejak senyawa arsenikum setelah otopsi. Hal ini juga dikonfirmasi oleh polisi Indonesia. Belum diketahui siapa yang telah meracuni Munir, meskipun ada yang menduga bahwa oknum-oknum tertentu memang ingin menyingkirkannya.


Pada 20 Desember 2005 Pollycarpus Budihari Priyanto dijatuhi vonis 14 tahun hukuman penjara atas pembunuhan terhadap Munir. Hakim menyatakan bahwa Pollycarpus, seorang pilot Garuda yang sedang cuti, menaruh arsenik di makanan Munir, karena dia ingin mendiamkan pengkritik pemerintah tersebut. Hakim Cicut Sutiarso menyatakan bahwa sebelum pembunuhan Pollycarpus menerima beberapa panggilan telepon dari sebuah telepon yang terdaftar oleh agen intelijen senior, tetapi tidak menjelaskan lebih lanjut. Selain itu Presiden Susilo juga membentuk tim investigasi independen, namun hasil penyelidikan tim tersebut tidak pernah diterbitkan ke publik.

Pada 19 Juni 2008, Mayjen (purn) Muchdi Pr, yang kebetulan juga orang dekat Prabowo Subianto dan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, ditangkap dengan dugaan kuat bahwa dia adalah otak pembunuhan Munir. Beragam bukti kuat dan kesaksian mengarah padanya.Namun demikian, pada 31 Desember 2008, Muchdi divonis bebas. Vonis ini sangat kontroversial dan kasus ini tengah ditinjau ulang, serta 3 hakim yang memvonisnya bebas kini tengah diperiksa

Kasus Babeh Baekuni

Nama Bakeuni alias Babe, mendadak terkenal. Setelah ditangkap polisi, lelaki berusia 50 tahun itu diduga menjadi pelaku pembunuhan dan mutilasi anak-anak jalanan di Jakarta. Ada yang dibuang di Jakarta, sebagian “dikubur” di sawah milik keluarganya di tepi Kali Gluthak Desa Mranggen, Magelang, Jawa Tengah. Babe memang berasal dari desa itu.

Sebelum namanya terkenal karena kasus pembunuhan itu, nama Babe sebetulnya hanya dikenal di kalangan terbatas: Anak-anak jalanan dan beberapa penggiat anak-anak jalanan. Di mata anak-anak itu, yang sebagian kini beranjak dewasa, Babe adalah dewa penolong. Bukan saja dia menyediakan tempat menginap di kontrakannya di Gang Mesjid RT 06/02, Pulogadung, Jakarta Timur tapi Babe juga melindungi anak-anak itu. “Pernah suatu hari, teman saya bernama Diki, dipalak laki-laki bernama Gomgom. Laki-laki itu lebih tua dan lebih besar dibandingkan Diki.

Ketika Diki mengadu ke Babe, Gomgom langsung didatangi Babe dan diancam,” kata Anggi Setiawan, 17 tahun, yang pernah ikut dan tinggal bersama Babe. Perkenalan Anggi dengan Babe terjadi 10 tahun silam, saat usia Anggi baru tujuh tahun. Anggi ingat, saat itu dia sedang mengamen di pintu tol Cakung, ketika melihat banyak anak-anak pengamen lainnya akrab dengan seorang pria penjual rokok. “Anak-anak itu memanggilnya Babe,” kenang Anggi.



Sejak itu Anggi kemudian tinggal di rumah Babe. Di kontrakan itu, setiap hari empat hingga lima anak jalanan menginap. Kalau akhir pekan, jumlahnya bisa bertambah hingga 15 anak. Kata Anggi, semua anak diperlakukan sama. Anggi ingat, Babe selalu memotong pendek, rambut anak-anak jalanan itu. Potongannya seragam: Bagian depan dibiarkan panjang, dan dipangkas habis di bagian belakang. Karena air untuk mandi terbatas, bergiliran anak-anak itu dimandikan Babe.

Biasanya kata Anggi, dimulai dengan guyuran dari atas lalu tangan anak-anak itu direntangkan. Babe kemudian menyabuni tubuh anakanak dengan deterjen. Sabun cuci itu juga digunakan sebagai sampo. “Nunduk, nunduk,” Anggi masih ingat kata-kata Babe saat 10 tahun lalu memandikannya. Ketika anak-anak itu sudah terlelap, jam dua pagi, Babe biasanya bangun dan mencuci baju anakanak. Dia keluar rumah sekitar jam lima pagi untuk berjualan rokok, dan kembali ke rumah sekitar jam 10 pagi untuk membangunkan anakanak. Sarapan pagi sudah disediakan Babe.

Menunya menu ikan cuek goreng, sayur sawi dan satu baskom sambal. Malam hari, Babe mengajak patungan membeli mi instan. “Dia juga memasok nasi goreng untuk kami,” kata Anggi. Begitu seterusnya, setiap hari. Kalau misalnya ada anak yang sakit, Babe pula yang mengobati mereka. Biasanya, kata Anggi, Babe ngerokin anak-anak itu. “Dia disayangi anakanak, dan saya menganggap sebagai orang tua sendiri,” kata Anggi yang masih punya orang tua, dan tinggal di Tanjung Priok. Sumber Unicef Deni 13 tahun yang juga pernah tinggal di kontrakan Babe bercerita, Babe selalu mengajarkan anak-anak itu agar uang hasil mengamen dikumpulkan dan diberikan kepada orang tua masing-masing.

Sebagian anak-anak jalanan yang tinggal di rumah Babe, memang masih memiliki orang tua, termasuk Anggi. Kalau anak-anak itu tidak menurut, misalnya, Babe mengancam mereka agar tidak tinggal bersamanya. Sering pula Babe mengajak anakanak itu ke Magelang, tempat asal Babe. Sebelum berangkat, Babe meminta mereka menabung, untuk bekal ongkos. Sehari lima ribu rupiah. “Saya pernah ikut Babe, Desember lalu, setelah menabung selama satu bulan,” kata Deni.

Mungkin karena semua perhatiannya kepada anak-anak itu, beberapa tahun lalu Babe pernah menjadi sumber Unicef. Badan PBB itu mencoba mengangkat kehidupan anakanak jalanan termasuk yang ada di Jakarta dan di tempat Babe. Kini semua berubah. Babe ditangkap polisi dan diduga sebagai pelaku pembunuhan terhadap anak-anak jalanan itu. Kepada polisi, Babe mengaku membunuh 10 anak sejak 1995 tapi Arist Merdeka Sirait meragukan keterangannya. Sekretaris Jenderal Komnas Perlindungan Anak itu menduga korban Babe bisa lebih 15 orang. Alasan Arist, ada sekitar 15 foto anak jalanan yang dikoleksi Babe.

“Menurut keterangan anak jalanan, foto-foto yang disimpan itu yang disenangi dia (Babe),” kata Arist. Benarkah Babe yang melakukan semua pembunuhan sadis itu? “Polisi menunjukkan foto-foto korban. Babe enggak mengakui kalau memang tidak kenal. Dia akan bilang enggak kenal,” kata Rangga B. Rikuser, pengacara Babe. Mengutip keterangan Babe, Rangga bercerita, Babe membunuh anakanak itu dengan cara dijerat menggunakan tali plastik. Biasanya, Babe membelakangi korban, lalu leher mereka dikalungi tali plastik. Tangan kanan Babe kemudian mendorong kepala korban ke depan, dan tangan kirinya menarik tali ke belakang.

“Dia menikmati erangan bocah-bocah yang dijerat lehernya itu. Detik-detik bocah itu meregang nyawa menjadi sensasi tersendiri bagi Babe,” kata Rangga. Jika korban sudah meninggal, barulah Babe menggauli bocah-bocah itu. “Korbannya pasti berkulit bersih dan putih, karena sewaktu anak-anak, kulit Babe juga bersih,” kata Rangga. Babe bukan tidak menyesal melakukan pembunuhan itu. Masih menurut Rangga, usai memotong tubuh korbannya, Babe selalu menyesal tapi dia juga sulit menghentikan nafsunya. Babe, karena itu, juga seolah selalu memberi tanda ke polisi agar kelakuannya segera terungkap.

Caranya, setiap korban yang dibunuh, selalu dia letakkan dalam kardus air mineral. “Sehari-hari dia kan berdagang rokok, dan air mineral,” kata Rangga. Dan tanda dari Babe itu baru diketahui polisi, awal Januari silam: Sebuah kardus air mineral ditemukan berisi potongan tubuh seorang bocah, yang belakangan diketahui bernama Ardiansyah 10 tahun. Babe atau yang dikenal juga dengan sebutan Bungkih ditangkap dan diduga sebagai pelakunya. Dari mulut Babe, belakangan muncul pengakuan, jumlah korban yang dibunuhnya bisa lebih 10 orang. Semuanya dimasukkan dalam kardus air mineral. “Saya percaya dan tidak percaya dia jadi pembunuh,” kata Anggi.

http://www.gudangmateri.com/2010/03/kasus-pelanggaran-hak-asasi-manusia.html


Undang-Undang No. 39 Tahun 1999

Tentang : Hak Asasi Manusia
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :
a. bahwa manusia, sebagai mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang
mengemban tugas mengelola dan memelihara alam semesta dengan penuh ketaqwaan dan
penuh tanggung jawab untuk kesejahteraan umat manusia, oleh pencipta-Nya dianugerahi hak asasi untuk menjamin keberadaan harkat dan martabat kemuliaan dirinya serta keharmonisan lingkungannya.
b. Bahwa hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgem, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun;
c. bahwa selain hak asasi manusia, manusia juga mempunyai kewajiban dasar antara manusia yang satu terhadap yang lain dan terhadap masyarakat secara keseluruhan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
d. bahwa bangsa Indonesia sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa mengemban tanggung jawab moral dan hukum untuk menjunjung tinggi dan melaksanakan Deklarasi Universitas tentang Hak Asasi Manusia yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta berbagai instrument yang telah diterima oleh negara Republik Indonesia;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, dan d dalam rangka melaksanakan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, perlu membentuk Undang-undang tentang Hak Asasi Manusia.

Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 34 Undang-undang Dasar 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia

Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

http://www.scribd.com/doc/2534411/UU-Nomor-39-tentang-Hak-Asasi-Manusia